I Nyak Tresne |
Assalamualaikum wr. wb. Dalam blog ini, kami akan
melaporkan dalam bentuk artikel tentang kunjungan ke Pulau Bali bersama
teman-teman SMA Negeri 1 Manyar Angkatan ke 28 dengan Biro Perjalanan Gunung Harta
yang mempunyai tema “Amazing Bali 2016” tepatnya di Desa Penglipuran pada
tanggal 14 April 2016. Narasumber yang kami wawancarai bernama I Nyak Tresne.
Umur Bapak Tresne adalah 65 tahun. Setelah mewawancarai Bapak Tresne, kami
diajak berkeliling di sekitar wilayah rumah Bapak Tresne untuk mengetahui
bagaimana dapur tradisional dan tempat sembahyang mereka sehingga kami mendapatkan data dan foto yang akurat.
“Pulau seribu pura”, itulah sebutan yang
diberikan oleh orang asing untuk Pulau Bali. Bahkan, banyak orang-orang asing
lebih mengenal Bali dari pada Indonesia. Apa yang terkenal dari Bali ? Tentu
saja keindahan pantai-pantai yang ada. Mulai dari Pantai Kuta, Pantai Pandawa,
Pantai Sanur. Pantai – Pantai tersebut mempunyai kriteria yang disukai oleh orang
asing. Mulai dari pasirnya yang putih, adanya sunset dan sunrise di beberapa
pantai, sampai lokasinya yang strategis dari pusat Kota Bali. Bila anda kira
Bali hanya menarik dari segi objek wisata pantainya, maka anda salah besar.
Tidak hanya objek wisata alam, namun juga objek wisata religius dan objek
wisata adat istiadat juga tidak kalah menarik. Salah satu objek wisata adat
isitiadat ialah Desa Penglipuran.
Desa Penglipuran terletak di
Kelurahan Bunglu, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli-Bangli, Bali. Pada tahun
1995, pemerintah Kabupaten Bangli menetapkan Desa Penglipuran sebagai desa
wisata karena adat istiadatnya. Sehingga, Desa Penglipuran mulai ramai
dikunjungi oleh wisatawan lokal maupun asing yang ingin mengetahui uniknya Desa
Penglipuran. Pemerintah pusat melalui Dirjen Pengembangan Pariwisata turut
meresmikan pengembangan Desa Penglipuran menjadi desa wisata pada tahun 2012.
Asal usul nama Penglipuran diambil
dari kata “Pangeling Pura” yang berarti tempat suci mengenang para leluhur.
Masyarakat Desa Penglipuran dikenal karena memegang teguh amanat dari para
leluhur mereka. Sistem pemerintahan Desa Penglipuran pun tetap sama seperti
dahulu, yaitu menggunakan sistem pemerintahan hulu apad. Desa Penglipuran
mempunyai 1 pura desa yang digunakan untuk sembahyang dari seluruh 76 kepala keluarga.
Ketika Hari Raya Galungan tiba, masyarakat Desa Penglipuran menggantung Penjor
di depan rumah mereka sebagai dekorasi. Masyarakat Desa Penglipuran berjalan
menuju ke Pura Kehen mereka untuk bersembayang. Untuk para wanita, mereka
menggunakan kebaya berwarna cerah sambil membawa persembahan berupa buah dan
bunga.
Hari Raya Galangan |
Masyarakat menghormati dan mengenang leluhur
mereka dalam melakukan interaksi sosial. Sehingga masyarakat Desa Penglipuran
mengutamakan kerukunan antara sesama warga yang ada. Hal tersebut terbukti dari
bentuk rumah mereka yang sama antara rumah satu dengan rumah lainnya. Mulai
dari atap, pintu masuk (angkul-angkul),
hingga interior seperti dapur tradisional dan bale
(tempat menikahkan anak dan ngaben). Mayoritas masyarakat bali ialah penganut
Agama Hindu yang taat. Tidak aneh bila kita melihat setiap rumah terdapat
tempat sembayang mereka. Yang membedakan hanyalah jumlah pura dan bentuk yang
mereka miliki.
Bentuk Rumah dan Pintu Masuknya |
Tempat Sembahyang yang ada di tiap-tiap rumah |
Bale atau tempat berkumpul menjadi salah satu komponen
penting yang harus ada di rumah masyarakat Desa Penglipuran. Untuk mempererat
hubungan antar anggota keluarga, mereka berkumpul di Bale untuk berbicara. Hal tersebut sesuai dengan semangat mereka
untuk tetap menjaga kerukunan antar anggota keluarga dan masyarakat
Penglipuran. Bale juga menjadi tempat
pernikahan bila ada anggota keluarga yang menikah.
Bale yang menjadi komponen penting di tiap-tiap rumah |
Kemajuan zaman tidak membuat mereka
menginggalkan adat istiadat leluhur mereka. Mereka justru tetap mempertahankannya. Salah satunya adalah
sistem pemerintahan hulu apad. Dalam sistem pemerintahan hulu apad, perangkat
desa adat di sebut dengan prajuru desa. Prajuru desa ini dibagi lagi menjadi 2,
yaitu prajuru hulu adat dan prajuru adat. Ketua adat dipilih setiap 5 tahun sekali. Mayoritas masyarakat desa
penglipuran merupakan kaum Bali Aga. Bali Aga merupakan masyarakat asli Bali.
Namun, hal tersebut tidak menghalangi mereka untuk berkomunikasi dengan masyarakat
luar yang berkunjung ke Desa Penglipuran.
Perihal pernikahan pun diatur dalam
adat istiadat yang berlaku di Desa Penglipuran. Masyarakat Desa Penglipuran
menganut sistem monogami, yaitu hanya diperbolehkan beristri satu. Peraturan
ini telah berlangsung sejak berdirinya Desa Penglipuran. Sanksi tegas akan
dikenakan bagi pelanggarnya. Hukuman yang diberikan berupa pengasingan ke
tempat terpencil yang disebut Karang Memadu. Pelanggar dilarang untuk beribadah
di pura desa dan pergerakannya dibatasi sebatas wilayah yang ditentukan.
Kerasnya hukuman yang diberikan membuat mereka tidak ada yang berani melanggar.
Karang Memadu |
Kuatnya
adat istiadat yang dipegang oleh masyarakat Desa Penglipuran tidak lepas dari
peran ketua adat, ketua adat selalu mengadakan pertemuan setiap satu bulan
sekali. Pertemuan tersebut diadakan disebuah tempat yang disebut Bale Banyak. Ketua adat selalu
menekankan pentingnya mempertahankan adat istiadat dan kebudayaan masyarakat
Desa Penglipuran. Sehingga warisan leluhur mereka tetap terjaga.
Bale Banyak |
Dulunya mayoritas profesi masyarakat Desa Penglipuran
adalah petani. Namun semenjak Desa Penglipuran berubah menjadi objek wisata,
banyak masyarakat desa ini beralih profesi dari bertani ke berdagang, tetapi
tetap ada masyarakat desa yang mempertahankan profesi sebagai petani. Bila
kebanyakan di desa lain orang yang meninggal akan dikremasi, di Desa
Penglipuran, orang yang meninggal akan di kubur, bukan di bakar. Mereka
mengikuti tradisi leluhur mereka.
Keunikan
budaya dan adat istiadat Desa Penglipuran mempunyai ciri khas tersendiri yang
tidak ditemukan ditempat lain. Desa ini sering dikunjungi oleh wisatawan lokal
maupun wisatawan asing yang penasaran dengan Desa Penglipuran. Hal ini membawa
keuntungan bagi kehidupan ekonomi masyarakat Desa Penglipuran.
Demikian
laporan perjalanan yang kami buat. Semoga pembaca yang belum pernah berkunjung
ke Desa Penglipuran mendapat kesempatan untuk melihat langsung bagaimana
masyarakat Desa Penglipuran menjalani aktivitasnnya sehari-hari. Kami mohon maaf apabila dalam pembuatan
artikel ini belum lengkap karena keterbatasan waktu yang diberikan panitia di
Desa Penglipuran. Lebihnya kami mohon maaf, wasalamualaikum wr wb.
Foto Penulis Bersama Narasumber |
Foto Penulis Bersama Narasumber |
Daftar Pustaka :
(anonymous).
2015 Hari Raya Galungan, bali.bisnis.com (diakses tanggal 7 Juli 2016)
(anonymous),
2014 Bali Aga, Penduduk “Asli” Pulau Dewata, www.wacana.com (diakses tanggal 21 Juli 2016)
(anonymous), 2015 Desa Penglipuran –Desa Wisata Tradisional Adat Bali, wisatabaliutara.com (diakses
tanggal 7 Juli 2016)
(anonymous), 2013 Sejarah Bali-Desa Adat Penglipuran, basabalinunggalangpikayunanx.blogspot.com
(diakses tanggal 10 Juli 2016)
|
|||